Kawasan Perdagangan Bebas yang dikenal dengan FTZ telah menjadi perbincangan di kalangan investor, pemilik usaha, pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitar tentang perkembangan kegiatan ekonomi lokal Batam.
Pada pertengahan tahun 2006, para kepala negara Republik Indonesia dan Singapura bertemu di Batam, Nongsa dan menyepakati sejumlah upaya kerjasama, termasuk kerangka kerja sama ekonomi investasi.
Pada 19 Januari 2009, Presiden Indonesia secara resmi mendeklarasikan Batam-Bintan-Karimun sebagai zona perdagangan bebas (FTZ). FTZ merupakan fasilitas pembebasan kebijakan dari beberapa peraturan bea cukai daerah, termasuk pajak dan retribusi. Di bidang ini, perdagangan diatur oleh berbagai peraturan. Investor dapat menggunakan jalur ini untuk membangun bisnis di wilayah tersebut.
Pada Desember 2018, rapat di kantor Presiden RI, Joko Widodo memutuskan Otoritas Kawasan Bebas Indonesia (BIFZA) Batam akan dikelola oleh pemerintah daerah untuk menghilangkan dualisme di Pulau Batam, Riau.
“Presiden dan Wakil Presiden memutuskan untuk menghapus dualisme. Jadi harus hanya satu dan bukan dua, agar dualisme itu hilang,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, seusai rapat pada Rabu 12, 2018.
Presiden mengatakan, “Kami ingin Batam dan sekitarnya memiliki posisi strategis yang dapat dikembangkan secara maksimal, menarik dan berdaya saing sebagai kawasan ekonomi khusus dan menarik bagi investor,”.
Pembangunan taman digital tersebut merupakan implementasi kesepakatan antara Presiden Joko Widodo dan PM Singapura Lee Hsien Loong pada tahun 2017 untuk mendukung kolaborasi antar pelaku sektor swasta dari kedua negara untuk mengembangkan sektor ekonomi digital di Batam. Taman Digital Nongsa adalah fase awal dari pengembangan taman digital di seluruh negeri.
Ia menambahkan, pembubaran BIFZA diharapkan bisa dilaksanakan tahun depan. Adapun saat ini, pemerintah sedang memproses beberapa catatan, seperti aset, dokumen hukum, data, dan lainnya.
Likuidasi badan tersebut juga sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengubah Batam dari kawasan perdagangan bebas (FTZ) menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK). Agar berhasil, KEK harus memberikan efisiensi logistik yang luar biasa, termasuk arus barang yang cepat, tenaga kerja yang kompetitif, dan proses dokumentasi yang disederhanakan.